Senin, 13 Mei 2013

Birdview Urban Waterpark (Tugas Mata Kuliah Tapak)



Pengaruh Estetika Sebagai Unsur Pemebntuk Arsitektur


Pengaruh Estetika Sebagai Unsur Pemebntuk Arsitektur

          Estetika, menurut allsopp (1977), adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari proses-proses penikmatan dan aturan-aturan dalam menciptakan rasa kenyamanan. Sementara menurut Read (1967), estetika adalah sesuatu mengenai perasaan yang menyangkut nilai keindahan. Sebagai nilai, menurut Read lebih jauh, estetika umumnya muncul dari teori seni indah, bahwa seni adalah sesuatu yang indah, dan yang indah adalah sesuatu yang menyenangkan. Demikianlah, maka sejalan dengann itu, moris (1985) menyatakan bahwa estetika pada umumnya dikenakan pada objek yang memiliki nilai indah atau tidak indah. Secara umum dapat disimpulkan bahwa estetika menyangkut nilai indah, dan bukan nilai benar atau salah karena ini merupakan persoalan moral, serta bukan pula mengenai nilai baik atau buruk karena hal ini merupakan soal etika.
            Arsitektur, sering disebut juga sebagai ilmu yang menggabungkan antara seni dan teknologi. Karena itu, persoalan estetika merupakan elemen desain yang inheren dengannya. Tentang estetika arsitektur ini, setidaknya bisa didekati dari tiga teori, yaitu : teori estetikaobejektif dan subjektif, teori perimbangan (proporsi), teori matematis, dan bentuk (Gie, 1983).
            Teori Objektif memandang bahwa obejek yang menimbulkan keindahan adalah kualitas yang memang melekat pada objek tersebut. Sebaliknya teori subjektif menyatakan bahwa sesungguhnya yang menyatakan ciri-ciri yang menimbulkan keindahan adalah tidak ada, yang ada hanyalah tanggapan perasaan dalam diri seseorang dalam mengamati sesuatu benda.

            Sementara itu, dari kedua teori ini dilahirkan suatu teori yang berdasarkan gabungan keduanya (objektif dan subjektif). Menurut teori ini, indahnnya sesuatu terjadi karena hubungan atu benda denagan alam pikiran seseorang. Teori perimbangan menyatakan bahwa kualitas keindahan ditentukan oleh proporsi objek, yang kemudian lebih dikenal sebagai teori proporsi perbandingan (golden section). Teori ini bisa ditelusuri dari sejak awal masa filsafat Yunani, yang berusaha unruk menemukan hukum-jukum geometris di dalam estetika, karena jeindahan adalah harmoni, sedangkan harmoni adalah prporsi yang cocok dari hasil pengamatan.
            Golden section adalah irasional matematika konstan , sekitar 1,6180339887. Seringkali golden section yang berupa perbandingan 5:8 atau 1:1,618, dipergunakan untuk menentukan proporsi yang tepat antara panjang dan lebar dari jendela-jendela, pintu-pintu, bentuk denah, tampak fasade, dan sebagainya. Menurut Read (1967) bahkan piramida Mesir juga telah dicoba diterangkan proporsinya dengan hukum ini. demikian pula dengan gereja Gotik yang lebih nampak persesuainnya dengan hukum tersebut, misalnya hubungan antara transept terhadap navis, dari tiang dengan lengkung di atasnya, menara dengan atapnya, dan sebagainya.
              Disamping golden section, masih banyak lagi perbandingan-perbandingan geometris lain yang tidak habisnya dipergunakan dangan kombinasi yang berbeda-bedauntuk menghasilkan harmoni yang sempurna namun justru karena ketiadaan batasan (relatif) dari variasi kombinasi inilah yang tidak memungkinkan adanya teori yang bersifat pasti dan mekanistis tentang harmoni total dari arsitektur.



            Keindahan bentuk dapat menghasilkan keindahan ekspresi. Keindahan ekspresi dapat ditangkap tergantung pada presepsi-presepsi pengamat. Untuk memperoleh keindahan ekspresi arsitek diharapkan memiliki kepekaan yang didasari oleh sikap batin dan tujuan yang luhur. Kondisi ideal ini secara teknis antara lain dapat dipenuhi dengan memenuhi terlebih dahulu dengan jujur syarat-syarat teknis seperti fungsi dan struktur. Pada akhirnya keindahan ekspresi mampu pula menjadi citra arsitektur, yang didukung antara lain oleh karakter bangunan dan gaya arsitektur. (H.K Ishar, 1992).

        Konsep estetika/keindahan ini diterjemahkan ke dalam rumus matematis, yang hanya sekedar menambah keragaman dan pembendaharaan teori estetika. Namun sebagai teori, rumus matematis dari David Birkhoff (lihat Maryono, dkk, 1982) ini cukup menarik. M=O/C.
M        : Aesthetic Measure, yaitu perasaan tentang nilai dan ukuran estetis.
O         : Order, yaitu tata tertib yang memberi efek estetis seperti keselarasan,     kesetangkupan, dan sebagainya.
C         : Complexity, adalah keruwetan yang diserap.

            Teori ini diperoleh dengan meneliti 90 buah bentuk geometri segi banyak. Kriteria untuk O dan C disusun dengan angka-angka, dan hasil akhirnya memberi nilai seperti dalam gambar. Terlihat, bahwa tata tertib O akan memperbesarnilai estetis jika nilainya bertambah besar, dan sebaliknya keruwetan C memperkecil nilai estetis jika bertambah besar.
            Menurut interpretasi psikologi dari Teori Gestalt tentang proses persepsi visual, menyatakan bahwa ’garis’(line) dan ’bentuk’(form) dari bangunan mengkomunikasikan makna-makna secara langsung melalui garis itu sendiri atau bidang (Lang, 1987). Contoh-contoh dari penerapan teori ini ada pada Crisler Building, ekspresi: menjulang tinggi (soaring), Sydney Opera house, ekspresi: gelembung (billowing), menunjukan ekspresi: statis. Ketiganya merupakan kualitas ekspresif dari konfigurasi-konfigurasi spesifik. Interpretasi alternatif dari teori Gestalt adalah bahwa ekspresi-ekspresi ini adalah hasil dari asosiasi-asosiasi yang di pelajari (Lang, 1987).
            
            Menurut teori bentuk yang dikemukakan oleh De Witt H. Parker (lihat Maryono, dkk., 1982) yang indah itu memiliki enam azas yakni, kesatuan, tema, variasi, keseimbangan, perkembangan dan tata jenjang.
           1. Azas kesatuan, menyatakan utuh dalam keanekaan, sehingga setiap karya arsitektur mengandung hanya unsur-unsur yang perlu dan saling memilki hubungan timbal balik.
           2. Azas tema, berarti memperhatikan satu atau beberapa elemen estetika seperti warna atau tekstur, yang menjadi titik pusat penerapan orang terhadap karya tersebut.
           3. Azas variasi, berarti ungkapan tema dalam berbagai variasi sehingga tidak membosankan.
            Azas keseimbangan, menunjuk kepada kesamaan ataupun pertentangan dari unsur-unsur yang berlawanan namun saling memerlukan, sehingga menciptakan keseimbangan.
           4. Azas perkembangan, mengungkapkan makana utuh dari proses penciptaan, yaitu bahwa bagian awal akan menentukan bagian-bagian selanjutnya.
            5. Azas tata jenjang, berarti adanya unsur dominan yang memimpin unsur-unsur lain, dan secara bersama-sama mendukung tema.
            Pengaruh dari estetika menghasilkan karakter bangunan yang dihasilkan oleh para arsitek. Karakter bangunan dapat merupakan suasana, kesan, ekspresi fungsi ekspresi struktur dan mampu mengekspresikan kegiatan didalam bangunan. Faktor-faktor yang mempengaruhi karakter misalnya :
·         Berdasar ingatan
Misalnya bentuk atap kubah dengan penerapan simbol bulan dan bintang pada bangunan masjid, atap konveks dengan simbol salib pada bangunan gereja.
·         Reaksi emosi (kesan)
Misalanya garis horisontal di alam berkesan terbuka, tenang berpengaruh pula jika diterapkan dalam desain seperti penekanan garis horisontal pada tampak kursi malas, tempat tidur, dll.
·         Berdasar penyajian fungsional
Misalnya dengan pemenuhan standard ukuran bentuk dan garis sesuai fungsi.
            Adapun untuk mendapatkan karakter yang baik dapat dilakukan misalnya dengan cara memilih kesan umum dari unsur rupa seperti warna, bentuk, tekstur, dll.
            Gaya  sebagai salah satu penentu estetika ekspresi merupakan cara membangun/merancang secara beda dengan yang lain. Gaya antara lain dapa ditentukan menurut sejarah misalnya: gaya romantik, Byzntium, Gotik, artdeco, Renaisans, Baroque, International, Post Modern, dll. Penerapan detail sesuai tema pribadi arsitek.
            Keindahan bentuk dan ekspresi didasarkan pada kepekaan dalam memilih dan mengkomposisi unsur rupa dan prinsip estetika yang mendukung tema. Dalam hal ini bentuk sebagai wujud arsitektur menjadi objek gubahan.

images (1).jpg            Estetika juga menjadi nilai jual karya arsitektur. Karena estetika bisa memberikan kesan nyaman, tentram, dan nikmat dipandang, yang menjadi salah satu nilai jual dari suatu karya arsitektur.


Kesimpulan
              Tiga faktor unsur pembentuk arsitektur yaitu : fungsi, teknologi, dan estetika. Unsur estetika  menyangkut nilai indah atau tidak indah, dan sering dipertukarkan dengan istilah seni atau art. Keindahan bentuk dan ekspresi didasarkan pada kepekaan dalam memilih dan mengkomposisi unsur rupa adalah unsur-unsur dari estetika. Estetika memiliki banyak teori dan azas-azasnya.  Estetika dapat ditangkap tergantung pada presepsi-presepsi pengamat.
              Estetika dapat mempengaruhi suasana, kesan, ekspresi fungsi, ekspresi struktur dan mampu mengekspresikan kegiatan didalam bangunan. Estetika dapat menimbulkan rasa nyaman, tentram, dan nikmat dipandang.  Estetika bisa menjadi nilai jual dari suatu karya arsitektur.










Daftar Pustaka
Syaom Barliana, M (2001). Pengantar Arsitektur. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia

Sketsa Arsitektur