Pengaruh
Estetika Sebagai Unsur Pemebntuk Arsitektur
Estetika, menurut allsopp (1977),
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari proses-proses penikmatan dan
aturan-aturan dalam menciptakan rasa kenyamanan. Sementara menurut Read (1967),
estetika adalah sesuatu mengenai perasaan yang menyangkut nilai keindahan.
Sebagai nilai, menurut Read lebih jauh, estetika umumnya muncul dari teori seni
indah, bahwa seni adalah sesuatu yang indah, dan yang indah adalah sesuatu yang
menyenangkan. Demikianlah, maka sejalan dengann itu, moris (1985) menyatakan
bahwa estetika pada umumnya dikenakan pada objek yang memiliki nilai indah atau
tidak indah. Secara umum dapat disimpulkan bahwa estetika menyangkut nilai
indah, dan bukan nilai benar atau salah karena ini merupakan persoalan moral,
serta bukan pula mengenai nilai baik atau buruk karena hal ini merupakan soal
etika.
Arsitektur, sering disebut juga
sebagai ilmu yang menggabungkan antara seni dan teknologi. Karena itu,
persoalan estetika merupakan elemen desain yang inheren dengannya. Tentang
estetika arsitektur ini, setidaknya bisa didekati dari tiga teori, yaitu :
teori estetikaobejektif dan subjektif, teori perimbangan (proporsi), teori
matematis, dan bentuk (Gie, 1983).
Teori Objektif memandang bahwa
obejek yang menimbulkan keindahan adalah kualitas yang memang melekat pada
objek tersebut. Sebaliknya teori subjektif menyatakan bahwa sesungguhnya yang
menyatakan ciri-ciri yang menimbulkan keindahan adalah tidak ada, yang ada
hanyalah tanggapan perasaan dalam diri seseorang dalam mengamati sesuatu benda.
Sementara itu, dari kedua teori ini
dilahirkan suatu teori yang berdasarkan gabungan keduanya (objektif dan
subjektif). Menurut teori ini, indahnnya sesuatu terjadi karena hubungan atu
benda denagan alam pikiran seseorang. Teori perimbangan menyatakan bahwa
kualitas keindahan ditentukan oleh proporsi objek, yang kemudian lebih dikenal
sebagai teori proporsi perbandingan (golden section). Teori ini bisa ditelusuri
dari sejak awal masa filsafat Yunani, yang berusaha unruk menemukan hukum-jukum
geometris di dalam estetika, karena jeindahan adalah harmoni, sedangkan harmoni
adalah prporsi yang cocok dari hasil pengamatan.
Golden section adalah irasional matematika
konstan , sekitar
1,6180339887. Seringkali golden section yang berupa perbandingan 5:8 atau
1:1,618, dipergunakan untuk menentukan proporsi yang tepat antara panjang dan
lebar dari jendela-jendela, pintu-pintu, bentuk denah, tampak fasade, dan
sebagainya. Menurut Read (1967) bahkan piramida Mesir juga telah dicoba
diterangkan proporsinya dengan hukum ini. demikian pula dengan gereja Gotik
yang lebih nampak persesuainnya dengan hukum tersebut, misalnya hubungan antara
transept terhadap navis, dari tiang dengan lengkung di atasnya, menara dengan
atapnya, dan sebagainya.
Disamping golden section, masih banyak lagi perbandingan-perbandingan geometris lain yang tidak habisnya dipergunakan dangan kombinasi yang berbeda-bedauntuk menghasilkan harmoni yang sempurna namun justru karena ketiadaan batasan (relatif) dari variasi kombinasi inilah yang tidak memungkinkan adanya teori yang bersifat pasti dan mekanistis tentang harmoni total dari arsitektur.
Keindahan bentuk dapat menghasilkan keindahan ekspresi. Keindahan ekspresi dapat ditangkap tergantung pada presepsi-presepsi pengamat. Untuk memperoleh keindahan ekspresi arsitek diharapkan memiliki kepekaan yang didasari oleh sikap batin dan tujuan yang luhur. Kondisi ideal ini secara teknis antara lain dapat dipenuhi dengan memenuhi terlebih dahulu dengan jujur syarat-syarat teknis seperti fungsi dan struktur. Pada akhirnya keindahan ekspresi mampu pula menjadi citra arsitektur, yang didukung antara lain oleh karakter bangunan dan gaya arsitektur. (H.K Ishar, 1992).
Konsep estetika/keindahan ini diterjemahkan ke dalam
rumus matematis, yang hanya sekedar menambah keragaman dan pembendaharaan teori
estetika. Namun sebagai teori, rumus matematis dari David Birkhoff (lihat
Maryono, dkk, 1982) ini cukup menarik. M=O/C.
M : Aesthetic Measure, yaitu perasaan tentang nilai dan ukuran estetis.
O : Order, yaitu tata tertib yang memberi efek estetis seperti
keselarasan, kesetangkupan, dan
sebagainya.
C : Complexity, adalah keruwetan yang diserap.
Teori ini diperoleh dengan meneliti 90 buah bentuk
geometri segi banyak. Kriteria untuk O dan C disusun dengan angka-angka, dan
hasil akhirnya memberi nilai seperti dalam gambar. Terlihat, bahwa tata tertib
O akan memperbesarnilai estetis jika nilainya bertambah besar, dan sebaliknya
keruwetan C memperkecil nilai estetis jika bertambah besar.
Menurut
interpretasi psikologi dari Teori Gestalt tentang proses persepsi visual,
menyatakan bahwa ’garis’(line) dan ’bentuk’(form) dari bangunan
mengkomunikasikan makna-makna secara langsung melalui garis itu sendiri atau
bidang (Lang, 1987). Contoh-contoh dari penerapan teori ini ada pada Crisler
Building, ekspresi: menjulang tinggi (soaring), Sydney Opera house, ekspresi:
gelembung (billowing), menunjukan ekspresi: statis. Ketiganya merupakan
kualitas ekspresif dari konfigurasi-konfigurasi spesifik. Interpretasi
alternatif dari teori Gestalt adalah bahwa ekspresi-ekspresi ini adalah hasil
dari asosiasi-asosiasi yang di pelajari (Lang, 1987).
Menurut teori bentuk yang dikemukakan oleh De Witt H.
Parker (lihat Maryono, dkk., 1982) yang indah itu memiliki enam azas yakni,
kesatuan, tema, variasi, keseimbangan, perkembangan dan tata jenjang.
1. Azas kesatuan, menyatakan utuh dalam keanekaan, sehingga
setiap karya arsitektur mengandung hanya unsur-unsur yang perlu dan saling
memilki hubungan timbal balik.
2. Azas tema, berarti memperhatikan satu atau beberapa
elemen estetika seperti warna atau tekstur, yang menjadi titik pusat penerapan
orang terhadap karya tersebut.
3. Azas variasi, berarti ungkapan tema dalam berbagai
variasi sehingga tidak membosankan.
Azas keseimbangan, menunjuk kepada kesamaan ataupun
pertentangan dari unsur-unsur yang berlawanan namun saling memerlukan, sehingga
menciptakan keseimbangan.
4. Azas perkembangan, mengungkapkan makana utuh dari proses
penciptaan, yaitu bahwa bagian awal akan menentukan bagian-bagian selanjutnya.
5. Azas tata jenjang, berarti adanya unsur dominan yang
memimpin unsur-unsur lain, dan secara bersama-sama mendukung tema.
Pengaruh dari estetika menghasilkan karakter bangunan
yang dihasilkan oleh para arsitek. Karakter bangunan dapat merupakan suasana,
kesan, ekspresi fungsi ekspresi struktur dan mampu mengekspresikan kegiatan
didalam bangunan. Faktor-faktor yang mempengaruhi karakter misalnya :
·
Berdasar ingatan
Misalnya
bentuk atap kubah dengan penerapan simbol bulan dan bintang pada bangunan
masjid, atap konveks dengan simbol salib pada bangunan gereja.
·
Reaksi emosi (kesan)
Misalanya
garis horisontal di alam berkesan terbuka, tenang berpengaruh pula jika
diterapkan dalam desain seperti penekanan garis horisontal pada tampak kursi
malas, tempat tidur, dll.
·
Berdasar penyajian fungsional
Misalnya
dengan pemenuhan standard ukuran bentuk dan garis sesuai fungsi.
Adapun untuk mendapatkan karakter yang baik dapat
dilakukan misalnya dengan cara memilih kesan umum dari unsur rupa seperti
warna, bentuk, tekstur, dll.
Gaya sebagai salah
satu penentu estetika ekspresi merupakan cara membangun/merancang secara beda
dengan yang lain. Gaya antara lain dapa ditentukan menurut sejarah misalnya:
gaya romantik, Byzntium, Gotik, artdeco, Renaisans, Baroque, International,
Post Modern, dll. Penerapan detail sesuai tema pribadi arsitek.
Keindahan bentuk dan ekspresi didasarkan pada kepekaan
dalam memilih dan mengkomposisi unsur rupa dan prinsip estetika yang mendukung
tema. Dalam hal ini bentuk sebagai wujud arsitektur menjadi objek gubahan.
Estetika juga menjadi nilai jual karya arsitektur. Karena estetika bisa memberikan kesan nyaman, tentram, dan nikmat dipandang, yang menjadi salah satu nilai jual dari suatu karya arsitektur.
Kesimpulan
Tiga faktor unsur pembentuk
arsitektur yaitu : fungsi, teknologi, dan estetika. Unsur estetika menyangkut nilai indah atau tidak indah, dan
sering dipertukarkan dengan istilah seni atau art. Keindahan bentuk dan ekspresi
didasarkan pada kepekaan dalam memilih dan mengkomposisi unsur rupa adalah
unsur-unsur dari estetika. Estetika memiliki banyak teori dan azas-azasnya. Estetika dapat ditangkap tergantung pada
presepsi-presepsi pengamat.
Estetika dapat mempengaruhi
suasana, kesan, ekspresi fungsi, ekspresi struktur dan mampu mengekspresikan
kegiatan didalam bangunan. Estetika dapat menimbulkan rasa nyaman, tentram, dan
nikmat dipandang. Estetika bisa menjadi
nilai jual dari suatu karya arsitektur.
Daftar Pustaka
Syaom
Barliana, M (2001). Pengantar Arsitektur.
Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar